Menurut Carl Rogers bahwa setiap manusia
mempunyai potensi belajar secara alami. Dengan demikian, ada keinginan untuk
belajar. Hal ini dapat dilihat dari keingintahuan anak ketika ingin menjelajahi
lingkungannya, berusaha untuk menemukan dan memahami pengetahuan dari
pengalaman.
Dengan demikian, proses belajar harus berorientasi
pada siswa (student centered) karena proses belajar terjadi secara abstrak dan
hanya dapat diamati jika ada perubahan perilaku yang berbeda dengan sebelumnya.
Perubahan perilaku tersebut bisa terlihat dalam hal pengetahuan, afektif,
maupun psikomotorik. Dalam dunia pendidikan seorang guru yang baik menurut
teori ini adalah Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih
demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Sedangkan
guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah
menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang
menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang
ada. Yang terpenting dari Rogers adalah proses suasana (emotional approach)
dalam pembelajaran bukan hasil dari belajar. Seorang guru harus lebih responsif
terhadap kebutuhan kasih sayang dalam proses pendidikan. Perasaan gembira,
tidak tertekan, nyaman adalah hal yang dinginkan dalam proses pembelajaran.
Menurut Rogers konsep pembelajaran yang berpusat
pada siswa ( Student Centered Learning) dilihat berdasarkan 4 hipotesis yaitu :
- Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.
- Seseorang belajar bermakna, hanya pada hal-hal yang dipahami sehingga sesuatu yang dapat mengatur dan mengembangkan struktur dirinya, hipotesis ini menekankan pentingya membuat materi pelajaran sesuai dengan siswa.
- Pengalaman yang apabila di asimilasikan akan menyebabkan perubahan organisasi diri cenderung ditentang melalui penolakan simbolisasi. Hipotesis ini mengisaratkan adanya kenyataan yang bersifat mengancam pada individu siswa dan menyarankan pentingnya memberikan iklim yang mendukung dan menerima dengan mempercayakan tanggung jawab siswa.
- Situasi pendidikan yang meningkatkan belajar bermakna adalah :
a.
Ancaman terhadap diri siswa direduksi
sekecilnya.
b.
Perbedaan asimilasi antar siswa di
izinkan.
Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar
penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan dan mengikuti
keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk
memahami potensi dasarnya sendiri. Setiap anak di hargai kelebihannya dan
dipahami kekurangannya. Mereka diarahkan untuk belajar secara aktif. Dimana
guru berperan sebagai fasilitator. Siswa belajar tidak untuk mengejar nilai,
tetapi untuk memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak
memiliki logika berpikir yang baik, mencermati alam lingkungannya menjadi media
belajarnya dengan metode action learning dan diskusi. Anak-anak ,tidak hanya
belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja.
Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam
sekelilingnya.
Oleh karenanya, dalam pelaksanaan pendidikan atau
proses belajar harus selalu memperhatikan potensi-potensi yang terdapat pada
siswa. Pendidikan dilaksanakan dengan melihat seluruh potensi manusia, tanpa
mengabaikan potensi yang lain.
Penerapan teori belajar humanistik Carl Rogers
terhadap metode pembelajaran lebih menunjuk pada semangat selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan dalam proses
pembelajaran. Contoh : seperti metode tanya jawab, metode tanya jawab, metode
diskusi, metode pemecahan masalah dll. Sehingga posisi guru menjadi fasilitator
dan motivator. Guru hanya memfasilitasi pembelajaran peserta didiknya untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Kesimpulan :
Orang
dewasa ialah mereka yang telah melewati masa remaja dan memiliki kematangan
baik fisik dan psikologis untuk melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar
orang dewasa ada dua: (1) Motivasi internal, yang timbul dari dalam diri orang
dewasa, (2) Motivasi eksternal, yang berupa rangsangan yang datang dari
luar dirinya. Belajar dapat diartikan perubahan tingkah laku yang dialami oleh
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Belajar
tidak selalu mensyaratkan kehadiran pendidik (fasilitator) atau gurunya.
Pembelajaran merupakan upaya sistematis untuk membantu orang dewasa atau
mengendalikan sikap dan perilakunya yang bermanfaat bagi dirinya dan
lingkungannya. Teori belajar orang dewasa tidak hanya diketahui, tetapi harus
dapat diaplikasikan dalam setiap kegiatan belajar dan membelajarkan agar
proses/interaksi belajar yang dikelolanya dapat berlangsung secara efektif dan
efisien.
Sumber :
http://khudo4th.heck.in/files/anggela-melawati-teori-hu.pdf
(diunduh pada hari kamis 3 Oktober 2013, pukul 07.35 WIB)
http://widya57physicsedu.files.wordpress.com/2010/12/no-29-widya-wati02-teori-belajar-dan-pembelajaran.pdf
(diunduh pada hari kamis 3 Oktober 2013, pukul 07.57 WIB)
http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/23/teori-belajar-andragogi-dan-penerapannya
342151.html (diunduh pada hari
rabu 9 Oktober 2013, pukul 18.28)
0 komentar:
Posting Komentar