Pendidikan luar sekolah sudah hadir di Indonesia sejak lama bahkan sebelum masa kemerdekaan, hanya saja pengakuan yuridis baru didapatkan pada tahun 1989 yaitu setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam undang-undang ini terkandung memberi pelayananpendidikan sepanjang hayat bagi seluruh warga masyarakat tanpa membedakan usia, kelamin, suku, agama, budaya dan lingkungan.
Pendidikan luar sekolah ini di dalam Peraturan Pemerintah No. 73/1991 bertujuan untuk melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu pendididkannya, memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai dibutuhkan program-program pendidikan luar sekolah yang dapat menunjang hal tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang program pendidikan luar sekolah akan dibahas dalam makalah ini.
B. Pengertian Program Pendidikan Luar Sekolah
Program adalah kumpulan intruksi atau perintah yang dirangkaikan sehingga membentuk suatu proses. (http://imelda Indonesia.tripod.com//)
Menurut Soelaiman Yusuf dan Slamet Santos (1981:1) pendidikan luar sekolah merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan yang bentuk dan pelaksanaannya berbeda dengan sistem sekolah yang ada.
Menurut Phillip H. Combs mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.(http://www.anakciremai.com/2008/04/makalah-ilmu-pendidikan-pendidikan-luar.html)
C. Jenis Program
Dalam pelaksanaannya program pendidikan luar sekolah yang terdapat di masyarakat menurut Umbirtu Sihombing (1999: 20) dapat di kelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
1. Program Pokok
Program pokok ini merupakan program pendidikan luar sekolah yang diadakan oleh pemerintah terdiri dari program pemberantasan buta aksara dan pendidikan dasar, masing-masing program ini terdiri dari pengembangan anak usia dini, kejar paket A setara SD, kejar paket B setara SMP, kejar paket C setara SMA. Program pendidikan berkelanjutan, terdiri dari program: kejar usaha, kursus, pembinaan kursus, dan pendidikan kewanitaan.
2. Program Penunjang
Program penunjang ini merupakan program melalui kegiatan rintisan-rintisan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan kebutuhan masyarakat, yaitu program pemberdayaan ekonomi pedesaan, program kursus masuk desa, penyediaan dan pengembangan sarana belajar pokok dan pelengkap, antara lain melalui latihan ketenagaan, bantuan teknis,serta monitoring dan evaluasi.
D. Sasaran Program
Sasaran program pendidikan masyarakat seharusnya meliputi seluruh warga masyarakat yang membutuhkan pendidikan karena warga tersebut tidak dapat/sempat mengikuti pendidikan di jalur sekolah sepenuhnya, usia warga masyarakat yang harus dibelajarkan tidak terbatas, namun secara prioritas diutamakan mereka yang berusia 10-44 tahun. Jika diklasifikasikan sasaran pendidikan masyarakat menjadi warga masyarakat yang buta huruf,putus sekolah antar jenjang,lulus sekolah tidak melanjutkan, pencari kerja yang menuntut ketrampilan tertentu dan mereka yang sudah bekerja tetapi ingin meningkatkan jenjang karir dan perlu memenuhi persyaratan ketrampilan.
E. Pengembangan program pendidikan luar sekolah
Program yang dikembangkan dalam pendidikan nonformal sebaiknya dibangun atas dasar kesepakatan dan kebutuhan dari warga belajar. Menurut Mustafa Kamil(2009:59) beberapa catatan utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan program pendidikan nonformal berkaitan dengan keberhasilan pembelajaran yang ingin dicapai yaitu:
1. Warga belajar
Warga belajar adalah anggota masyarakat yang ikut dalam satu kegiatan pembelajaran. Tidak digunakan istilah peserta didik murid, siswa, karena istilah ini memiliki konotasi bahwa anggota masyarakat tersebut sebatas penerima tidak menjadi pemilik dan penentu, kurang kelihatan aspek keterlibatan, sedangkan dalam kegiatan PLS, warga belajar turut aktif menentukan apa yang diinginkannya untuk dipelajari. Istilah warga menunjukkan bahwa anggota masyarakat tersebut adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran.
Ketika kurikulum pendidikan non formal akan dikembangkan perhatian pertama yang perlu dijadikan acuan adalah kondisi warga belajar, alasannya adalah, karena warga belajar memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan peserta didik lainnya. menurut Mustafa Kamal(2009:60-63) Ada beberapa factor yang dijadikan patokan seperti usia, pengalaman, kompetensi, dan motivasi berprestasi.
a. Usia
Usia warga belajar non formal sangatlah bervariasi, hal ini tergantung pada program yang akan dikembangkan. Misalnya program pendidikan kesetaraan di Indonesia. Pendidikan kesetaraan banyak diikuti oleh peserta didik yang berada pada usia sekolah.
b. Pengalaman
Sering kali kita mengingat tentang teori pendidikan orang dewasa (andragogok), bahwa sasaran pendidikan non-formal adalah orang-orang yang sudah memiliki pengalaman (karena mereka sudah dewasa). Oleh karena itu variasi pengalaman yang dimiliki warga belajar sebagai sasaran pendidikan non formal adalah kekuatan tersendiri yang dapat dijadikan sumber dalam proses pembelajaran. Seperti penciptaan titor sebaya.
c. Kompetensi
Seperti yang diungkapkan oleh Ella Yulaelawati dalam Mustafa Kamal(2009:62), focus kurikulum yang bermuatan kompetensi adalah: pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang harus dimiliki dan akan dikembabangkan oleh warga belajar sebagai hasil belajarnya disertai dengan keseluruhan sistem standar mutunya. Dengan mengembangkan kompetensi dalam kurikulum diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
• Memberi kesempatan kepada warga belajar untuk mampu belajar sendiri
• Membolehkan warga belajar menggunakan pengetahuan, alat dan bahan lain sebagai sumber belajar.
• Membolehkan warga belajar membuat refleksi dan menilai tahap pembelajarannya sendiri
• Membolehkan warga belajar menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan kemahiran ke matapelajaran lain, situasi baru dan pergaulan
d. Motivasi berprestasi
Ada factor yang perlu menjadi perhatian pengembang pendidikan nonformal dari sisi warga belajar. Factor tersebut adalah motivasi. Motivasi warga belajar adalah sisi psikologis yang menjadi pemicu terjadinya aktivitas partisipasi pembelajaran dalam kegiatan belajar non formal. Tanpa motivasi secanggih apapun model pembelajaran serta alat atau media pembelajaran yang digunakan tutor, proses pembelajaran tidak akan berlangsung hangat, partisipatif, dan mungkin hasil pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
2. Sumber belajar
Sumber belajar adalah warga masyarakat yang memiliki kelebihan baik di bidang pengetahuan,keterampilan, sikap dan mampu serta mau mengalihkan apa yang dimilikinya pada warga belajar melalui proses pembelajaran. Sumber belajar adalah orang yang merasa bertanggungjawab untuk meningkatkan kemampuan manusia yang ada di lingkungannya. Mereka adalah manusia yang tidak masa bodoh dengan kebodohan. Sumber belajar bukan hanya mereka yang memiliki ijazah pada tingkat pendidikan sekolah tertentu, mereka yang tidak sekolah sekalipun, tetapi memiliki keunggulan dan mau membagi keunggulan tersebut pada orang lain dapat menjadi sumber belajar. Sumber belajar disebut juga dengan panggilan tutor, fasilitator. Seorang fasilitator harus memiliki kemampuan dalam mengelola program pendidikan nonformal, menyiapkan dan menterjemahkan kurikulum dan materi kurikulum, mengelola lingkungan sebagai sumber dan tempat belajar.
F. Menumbuhkan kemandirian warga belajar
Kemandirian dalam pendidikan nonformal seringkali berkaitan dengan beberapa hal seperti inisistif untuk belajar, menganalisis kebutuhan belajar sendiri, mencari sumber belajar sendiri, memilih dan melaksanakan strategi belajar dan melakukan evaluasi sendiri.
Menurut Mustafa kamil (2009:68-77) ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemandirian, antara lain:
a. Kegiatan pembelajaran berpusat pada warga belajar
Program pendidikan nonformal dalam konsep pengembangan program pembelajarannya seringkali dilakukan dan disusun bersama-sama antara sumber belajar dan warga belajar. Ini berlaku sampai tahap evaluasi, disamping itu pula dalam konsep pembelajaran pendidikan nonformal warga belajar diberikan kewenangan untuk menyusun dan melaksanakan program pembelajaran serta melakukan eveluasi pada program tersebut secara mandiri.
b. Kesesuaian isi program denga sifat-sifat individualitas
Dalam kerangka yang utuh, sebuah program pendidikan nonformal, isi dan jenis program yang dikembangkan, harus selalu memperhatikan perkembangan pribadi warga belajar.
c. Factor keturunan dan kesesuaian dengan isi program
Joe M. Charon dalam Mustafa kamil (2009:74), menyatakan bahwa factor keturunan adalah berupa bakat atau pembawaan yang ada dalam diri warga belajar. Factor tersebut turut mempengaruhi warga belajar dalam mengikuti suatu program pendidikan nonformal.
d. Kesesuaian isi program dengan factor lingkungan
Djuju sudjana dalam Mustafa kamil (2009:75) memberikan alasan yang jelas bagaimana keterkaitan antara komponen lingkungan social secara fungsional berkaitan dengan komponen-komponen lainnya dalam kerangka system pendidikan nonformal.
e. Kesesuaian program dengan irama pembangunan
Isi program pendidikan nonformal hendaklah memperhatikan kondisi yang terjadi dalam setiap fasekehidupan manusia. Hal tersebut perlu perlu juga diperhatikan pada setiap sumber belajar (fasilitator, tutor dan pelatih). Oleh karena itu, model program yang dikembangkan tanpa merujuk pada kondisi terebut terutama pada pola kepribadian yang sebenarnya ada dalam diri warga belajar, akan sulit mencapai keberhasilan.
f. Kesesuaian makna dengan program pendidikan nonformal
Alfin Tofler dalam Mustafa kamal(2009:77) dalam bukunya kejutan masa depan, menyatakan materi pembeajaran akan bermakana apabila bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan masa depan, sehingga orang yang belajar terangsang untuk berfikir dan mampu mengantisipasi peristiwa-peristiwa di masa yang akan datang.
G. Perbedaan program pendidikan sekolah dan luar sekolah
Pendidikan sekolah Pendidikan luar sekolah
1. Kurikulum disusun di pusat (sentralisasi) Kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan pasar
2. Lebih menekankan kemampuan teoritis akademis Kurikulum lebih menekankan kemampuan praktis
3. Kurikulum lebih bersifat baku Memungkinkan perubahan kurikulum (lebih fleksibel)
4. Perjenjangan bersifat baku Program belajar boleh tidak berjenjang
5. Persyaratan keikutsertaan program bersifat baku dan berlaku menyeluruh Persyaratan keikutsertaan program belajar relative terbuka
6. Program dikembangkan untuk menyiapkan peserta agar melanjutkan ke jenjang yang lebi tinggi Program dikembangkan untuk mengatasi masalah real yang dirasakan mendesak atau jangka pendek
7. Program disusun sepenuhnya oleh pemerintah, masyarakat bersifat pasif Penyusunan program melibatkan masyarakat secara partisipatif
8. Pembelajaran dilakukan secara klasikal Proses pembelajaran secara kelompok dan mandiri
9. Waktu belajar sudah pasti Pelaksanaan atau waktu belajar fleksibel
10 Penyelesaian program lama Penyelesaian program relative singkat
11 Penekanan pada penguasaan pengetahuan akademis Memberdayakan potensi sumber setempat
12 System evauasi baku System evaluasi tidak baku
H. Implementasi Program
Dalam program pendidikan luar sekolah terdapat beberapa hal yang harus dilakukan sebelum menetapkan atau melaksanakan sebuah program, yaitu:
1) Rencana kegiatan
Sebelum membuat suatu program terlebih dahulu kita harus membuat rencana kegiatan mengenai segala sesuatu yang akan diperbuat dilapangan.
2) Job discussion (SDM)
Sumber daya manusia disini yang berupa fisik dan non fisik yang berupa ide. Hal ini berkaitan dengan meletakkan orang-orang yang berkompeten dalam pelaksanaan program tersebut.
3) Efekifias
Dalam membuat suatu program juga harus diperhatikan waktu yang akan digunakan selama program tersebut berlangsung.
4)Dukungan
Dukungan juga merupakan salah satu yang penting sebelum melaksanakan sebuah program. Dukungan disini berupa dana dan kerja sama (sponsor). Kerja sama dalam pelaksanaan program harus perlu dukungan dari pihak swasta (masyarakat) dan pemerintah (birokrasi dan instansi).
5) Sistem
Dalam pelaksanaan program terdapat dua sistem yang dapat digunakan yaitu sistem terbuka (proaktif) dan tertutup (pasif)
6) Penilaian Komprehensif
Selain itu, dalam melaksanakan sebuah program juga diperlukan penilaian mengenai kelayakan program tersebut.
I. Strategi Program
Ketika akan melaksanakan sebuah program terdapat beberapa stategi program yang juga harus diperhatikan, yaitu:
1) Partisipasi
Partisipasi adalah keikutsertaan seseorang dalam merumuskan sebuah program, dan mendesain program sampai pelaksanaan program tersebut.
2) Demografis
Demografis adalah suatu strategi bagaimana memahami orangnya berdasarkan tempat tinggalnya.
3) Desain (pola)
Strategi ini menerangkan bagaimana merancang suatu program yang akan dilaksanakan.